1. HIDUP DI DUNIA SERBA-BOLEH
Muda-mudi jaman sekarang
Pergaulan bebas nian
Tiada lagi orang yang melarang
Tapi sayang banyak salah jalan.
Penggalan lirik lagu Koes Plus tersebut di atas saya kira merupakan gambaran dunia sekarang ini. Dunia sekarang ini sudah menjadi dunia yang “serba boleh” (permissive). Hal ini merupakan konsekuensi logis dari kemajuan teknologi yang meliputi pelbagai bidang, termasuk teknologi komunikasi. Saya ingat, di masa kanak-kanak saya, kita hanya boleh menonton film di bioskop-bioskop, sehingga mudah dikontrol oleh orang tua. Tapi sekarang, film-film malah masuk sampai ke kamar-kamar lewat TV atau CD, DVD dan Internet. Keserba-bolehan ini menjalar sampai ke hal-hal seperti free sex, penyalahgunaan narkotika dan sebagainya. Kebebasan di bidang sosial politik di Indonesia di era reformasi, juga tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan dunia sekarang ini. Pada satu sisi kita melihat bahwa keserba-bolehan itu telah mengakibatkan orang bebas berekspresi dan berkreasi. Pada pihak lain kita juga melihat dan menyaksikan banyak orang yang menderita karena keserba-bolehan, baik karena diri sendiri maupun karena keserba-bolehan orang lain. Di Indonesia, setelah mengalami kontrol ketat di zaman rezim Orba, sekarang menikmati kebebasan, yang tidak jarang bukan lagi demokrasi tapi demo-crazy, sebab cenderung merusak.
Jemaat di Korintus hidup di masyarakat yang juga dipengaruhi oleh filsafat serba-boleh, seperti yang dianut kaum libertian. Di tengah situasi seperti itu, maka Rasul Paulus menulis antara lain seperti kutipan berikut ini:
“Segala sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun. Jangan seorangpun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain.” (1 Korintus 10:23b-24)
Nas yang saya kutip di atas, berbicara tentang: “Segala sesuatu diperbolehkan.” Apakah dengan demikian Rasul Paulus menganut paham “serba boleh”? Jawabannya adalah “Ya” dan sekaligus juga “Tidak”! Ada dua kata yang digunakan Sang Rasul, yang membuat saya berani mengatakan bahwa jawaban Rasul Paulus adalah “Ya” sekaligus “Tidak”. Paulus mengatakan “Ya” pada keserba-bolehan, ketika ia mengatakan: “Segala sesuatu diperbolehkan. Benar,…”. Sebagai penjelasan atas perkataan “Benar”, maka Paulus mengatakan dalam ayat 25 untuk makan saja daging apapun yang dijual di pasar. Paulus mempunyai alasan teologis atas pendapatnya itu: Karena “bumi dan segala isinya adalah milik TUHAN”.
Rasul Paulus mengatakan “Tidak” pada keserba-bolehan ditandai dengan kata “tetapi bukan” yang menyusul kata “Benar”. Kita semua tahu apa arti kata tetapi dalam bahasa Indonesia. Dalam percakapan atau dalam diskusi-diskusi kalau seseorang mengatakan “Saya setuju sekali dengan pendapat Anda, tetapi.....” Jangan dulu kita cepat-cepat berbangga mendengar kata “saya setuju”, sebab barangkali itu cuma basa-basi. Sedangkan yang aslinya ada di belakang kata tetapi. Jadi, tetapi-nya itu yang harus kita cermati. Kata tetapi merupakan syarat dari penerimaan. Jadi Paulus menerima dan menyetujui atau oke-oke atau boleh-boleh saja dengan “keserba-bolehan” yang menandai kebebasan seseorang atau sekelompok orang, termasuk kebebasannya sendiri. Tetapi ada syaratnya: “...bukan segala sesuatu membangun.” Kalau syarat ini dikalimatkan secara positif akan menjadi TETAPI SEGALA SESUATU YANG MEMBANGUN. Sehingga, dalam kalimat positif, nas dalam ayat 23b tadi akan menjadi “Segala sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi segala sesuatu yang membangun.”
Mari kita telusuri apa maksud dari syarat penerimaan keserba-bolehan atau kebebasan ini. Pertama Paulus menggunakan kata segala sesuatu. Artinya dalam segala hal. Memang dalam nas ini Paulus hanya menggunakan contoh soal makanan. Tetapi yang Paulus maksudkan adalah kebebasan atau keserba-bolehan yang meliputi “segala sesuatu” yang ada di bumi ini. Segala yang meliputi diri kita, serta apa yang ada di luar diri kita. Bicara diri, berarti bicara tentang kebutuhan biologis, psikologis, spiritual dan sosial. Bicara apa yang ada di luar diri kita, itu berarti bicara tentang pergaulan dengan sesama, termasuk penggunaan segala sumber daya yang ada di dunia ini: ilmu pengetahuan, teknologi, sumber daya alam, uang, obat-obatan, termasuk penggunaan Narkoba, dsbnya. Jadi, menurut Paulus, kita boleh saja melakukan, menggunakan, menikmati, dan ME-ME yang lain, silahkan tambahkan sendiri.
TE-TA-PI..., nah, ini yang harus dicermati. Artinya kebebasan dan keserba-bolehan untuk ME-ini, ME-itu, ME-sini, ME-situ, ME-sana, termasuk MENGGUNAKAN NARKOBA ada syaratnya yaitu “segala sesuatu yang membangun”. Yang tidak membangun berarti TIDAK BOLEH. Di sini kata membangun menjadi penting. Kata membangun ini merupakan terjemahan dari kata Yunani oikodomei (οίκοδομέί). Ini merupakan bentukan dari dua kata yang digabung jadi satu (seperti kebiasaan bahasa Indonesia) yaitu oikos atau rumah dan kata kerja domei atau membangun. Kata oikos dalam bahasa Yunani atau bayit dalam bahasa Ibrani, mempunyai pengertian yang sangat luas. Oikos atau bayit bisa berarti tubuh kita sendiri, seperti terdapat dalam I Korintus 6:19-20
“Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, —dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu! “
Jadi tubuh kita adalah bait (dari kata bayit) Roh Kudus atau bait Allah. Tapi kata oikos juga menunjuk pada rumah-tangga (household), keluarga (family), suasana rumah tangga atau keluarga (home), rumah (house). Oikos juga menunjuk pada persekutuan jemaat atau umat seperti yang dikatakan oleh Matius (10:6; 15:24), Kisah (7:42). Dalam Ibrani 3:6 dikatakan, “Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya (oikos); dan rumahNya ialah kita,” yaitu jemaat. Oikos juga menunjuk pada dunia atau bumi di mana kita berdiam (inhabited world) yang diterjemahkan dari bahasa Yunani oikoumene (οίκούμενη). Istilah ini datang dari dua kata yaitu oikos dan kata kerja mene yang artinya mendiami.
Jadi membangun di sini adalah membangun rumah dalam arti yang seluas-luasnya, mulai dari membangun diri sendiri, keluarga, jemaat, dan bahkan masyarakat serta dunia ini. Membangun diri berarti kita bebas, kita serba boleh untuk memperlakukan diri atau tubuh ini, tetapi untuk membangun. Narkoba memang pada hakekatnya obat. Tapi jika disalahgunakan pasti merusak tubuh. Jadi tidak membangun. Karenaitu penyalahgunaan narkoba berarti merusak Bait Allah, merusak Rumah Roh Kudus, yaitu tubuh bahkan hidup kita. Fenomena belakangan ini menunjukkkan bahwa dampak penyalahgunaan narkoba tidak lagi merusak tubuh, tapi juga merusak keluarga, merusak masyarakat baik di masa kini maupun di masa depan. Tegasnya penyalahgunaan narkoba sama dengan anti pembangunan dalam arti yang seluas-luasnya. Penyalahgunaan narkoba adalah kuasa perusak yang sama “misi”-nya dengan Iblis.
Penjelasan Rasul Paulus dalam ayat 24 agar jangan mencari keuntungan sendiri, hendak mengingatkan kita agar dalam membangun diri, tujuannya bukan untuk keuntungan sendiri. Tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain. Artinya panggilan untuk membangun diri adalah juga untuk membangun orang lain yaitu membangun keluarga, membangun jemaat, membangun masyarakat bahkan membangun dunia. Antara membangun diri dan orang lain, memang tidak dapat dipisahkan. Logika yang bisa ditarik dari situ adalah bahwa ketika orang salah mempergunakan “segala sesuatu” untuk diri sendiri, apalagi yang tidak membangun diri sendiri, maka itu sama halnya ia merusak keluarga, jemaat/umat dan masyarakat.
2. MEMAGARI KEMERDEKAAN
Bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat. Berbahagialah orang yang berpegang pada hukum. (Amsal 29:18 )
Di atas sudah jelas bahwa kemerdekaan atau kebebasan atau keserba-bolehan pada akhirnya ada batasnya, yaitu yang membangun. Sebab keserba-bolehan tanpa batas akan membuat rakyat menjadi liar. Maka dari itu rakyat memerlukan wahyu atau visi. Pegangan untuk mewujudkan visi menuju pembangunan seutuhnya adalah hukum: “Berbahagialah orang yang berpegang pada hukum,” kata nas tadi. Sebab hukum pada hakekatnya adalah hukum kemerdekaan, yaitu hukum yang memerdekakan untuk orang membangun diri, membangun keluarga, membangun jemaat dan membangun masyarakat dan dunia ini. Bagi orang Kristen hukum yang utama adalah hukum kasih, yaitu mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi, serta mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. (Matius 22: 36-39).
Kemerdekaan bukan hanya hakekat dari hukum, tetapi hakekat dari TUHAN seperti dikatakan dalam 2 Korintus 3:17 “Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan.” Karena itu semua orang Kristen, menurut Galatia 5:13, telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan untuk melayanilah seorang akan yang lain oleh kasih. Nada yang sama juga dinasehatkan Rasul Petrus dalam 1 Petrus 2:16 “Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah.
Belajar dari nasehat-nasehat rasuli tadi, kita dapati betapa pentingnya penegakkan hukum yang memerdekakan itu. Jika tidak maka rakyat akan menjadi liar. Para penegak hukumpun perlu menyadari bahwa fungsi penegakkan hukum adalah demi kemerdekaan untuk berbuat baik, untuk membangun. Karena hukum kemerdekaan adalah juga merupakan hakekat dari TUHAN yang adalah Roh, maka penegakkan hukum yang salah, berarti menghina TUHAN, menghina Roh Kudus. Menghina Roh Kudus adalah dosa yang tak berampun, seperti Sabda Kristus dalam nas-nas berikut:
Matius 12:32 Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak.
Markus 3:29 Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal."
Lukas 12:10 Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni.
Agar persekutuan jemaat kita menjadi jemaat yang membangun maka diperlukan kharisma atau karunia, yaitu ka¬runia-karunia khusus yang bersifat konstruktif, inovatif dan kreatif. De¬ngan kharisma masing-masing, anggota jemaat ikut membangun jemaat dan masyarakat. Jemaat adalah pusat transformasi dalam dunia yang dicekam ketakutan kerena pel¬bagai krisis. Setiap anggota jemaat harus menjadi penanggungja¬wab – yaitu masing-masing mempunyai bagian dan tempat dalam "rumah" yaitu Gereja atau Jemaat (band. Galatia 6:1-10). Membangun Gereja berarti melibatkan semua warga gereja dalam misi membangun dunia. Salah satu fungsi penting dari ibadah, selain untuk penyembahan adalah sebagai pangkalan misi bagi warga gereja untuk membangun dunia. Karena itu, untuk bisa melibatkan semua warga gereja ke dalam misi, harus dipersiapkan di pangkalannya yakni ibadah-ibadah.
Tetapi, semua yang saya kemukakan di atas, bisa saja pada akhirnya hanya tinggal teori, tinggal pengetahuan. Kata Paulus, dalam I Korintus 8:1b “Pengetahuan yang demikian membuat orang menjadi sombong, tetapi kasih membangun”. Kesimpulannya agar kita bisa sungguh-sungguh menjadi orang kristen merdeka yang membangun, maka dasarnya adalah kasih (agape), seperti yang Yesus contohkan, dengan mengorbankan diriNya demi mengasihi dunia ini. Karena kasihNya Dia rela mati untuk menebus saya dan saudara. Karena kasihNya Ia rela menanggung salib guna menggantikan tempat saya dan saudara yang seharusnya dihukum karena dosa-dosa kita. Itulah model dari “Kasih membangun!”.
2.1. MEWUJUDKAN KEMERDEKAAN YANG SALING MEMBANGUN
Dua pakar di bidang human relationship, Joe Luft dan Harry Ingham, mengemukakan teori yang terkenal dengan sebutan Joharry Window (Jendela Johari). Menurut teori ini jiwa kita terdiri dari empat daerah yaitu daerah bebas, daerah buta, daerah rahasia dan daerah gelap. Daerah bebas adalah daerah dalam diri kita yang dikenal oleh kita maupun orang lain. Daerah buta adalah daerah yang kita tidak kenal tapi orang lain kenal. Daerah rahasia adalah daerah yang kita kenal tapi orang lain tidak kenal. Sedangkan daerah gelap adalah daerah yang tidak dikenal oleh diri kita maupun oleh orang lain. Jika kita hendak membangun diri kita, maka kita harus memperluas daerah bebas kita ke arah daerah buta maupun ke arah daerah rahasia. Perluasan ke daerah buta bisa terjadi, jika orang lain mau memberikan koreksi, teguran, kritik atau feed back dan kita bersedia menerimanya. Sedangkan perluasan ke daerah rahasia akan terjadi, kalau kita terbuka pada orang lain mengenai kemauan, kelemahan dan kekuatan kita. Kalau itu terjadi, maka dengan sendirinya akan terjadi perluasan ke arah daerah gelap, sehingga kita semakin mengenal potensi-potensi dalam diri kita dan kita tahu bagaimana untuk membangun diri kita.
Teori ini, memberikan pelajaran pada kita bahwa salah satu cara untuk membangun sesama dalam keluarga, jemaat dan masyarakat adalah dengan kesediaan untuk memberi dan menerima kritikan, teguran, nasehat dan feed-back. “Saling menasehatilah kamu...” merupakan anjuran dan nasehat yang banyak kita temukan dalam Alkitab. Kelanjutan dari bacaan kita juga memberikan kesan, bagaimana Paulus tidak mau menjadi batu sandungan bagi orang lain, hanya karena kebebasannya atau keserba-bolehannya. Jadi keserba bolehan dalam memberikan kritikan, teguran, nasehat dan feed-backpun jangan sampai malah menjadi batu sandungan. Dalam keluarga penggunaan kata-kata yang menghakimi dan bahkan tidak manusiawi, hingga kedengaran sudah seperti di kebun binatang, barangkali dimaksudkan sebagai nasehat, kritik atau feed-back. Tapi akhirnya menjadi pengrusakan atau bahkan pembunuhan karakter.
Bentuk-bentuk kegiatan yang mendorong pada pengembangan diri sekalu pencegahan bahaya penyalahgunaan Narkoba adalah adalah berjalannya fungsi control. Melatih anak-anak muda untuk mengontrol diri atau menyangkal diri, menjadikan persekutuan-persekutuan atau kelompok-kelompok ibadah sebagai kelompok diskusi dan aksi untuk mencegah atau menanggulangi penyalahgunaan Narkoba. Kebiasaan untuk berdiskusi dan saling menasehati itu dapat dimulai dengan adanya ibadah keluarga setiap hari. Aktivitas kelompok itu dapat dirangsang oleh Badan Narkotika mulai dari tingkat Nasional dengan Gerakan Secara Nasional yang kita sebut Gerakan Anti Penyalahgunaan Narkoba, mempersiapkan materi-materi pembinaan yang cocok dengan latar-belakang kondisi dan situasi setiap provinsi, adalah peertemuan-pertemuan rutin dari kelompok-kelompok aktivis anti penyalahgunaan Narkoba, dan sebagainya.